Stress dan Kesehatan
STRESS DAN KESEHATAN
1. Hubungan antara Stress dan Stressor
Stressor adalah kondisi atau peristiwa yang menantang atau mengancam seseorang. Stressor dapat berupa tekanan, tuntutan eksternal yang mendesak, atau harapan yang harus dipenuhi. Stressor dapat berasal dari sumber eksternal atau internal dan rentangnya dari yang ringan hingga yang parah. Peristiwa stressor dapat berupa bencana, perubahan hidup besar, dan kesulitan sehari-hari. Stressor positif menyebabkan eustress, yaitu tingkat stress yang optimal untuk memfasilitasi adaptasi dan kesejahteraan yang sehat. Sedangkan stressor negatif menyebabkan distress, yaitu tingkat stress yang tidak menyenangkan dan tidak diinginkan
Stress adalah kondisi mental dan fisik yang terjadi ketika seseorang harus menyesuaikan atau beradaptasi dengan lingkungan. Stressor adalah pemicu atau penyebab stress. Ketika seseorang menghadapi stressor, tubuhnya merespons dengan reaksi stress yang melibatkan aktivasi sistem saraf otonom, seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan ketegangan otot. Hubungan antara stress dan stressor adalah bahwa stressor memicu respons stress dalam tubuh seseorang.
2. Faktor Fisiologis dari Stress dan Kesehatan
a. General Adaptation Syndrome
General Adaptation Syndrome (GAS) adalah urutan reaksi fisiologis yang terjadi pada tubuh saat beradaptasi dengan stressor. GAS terdiri dari tiga tahap yaitu:
- Tahap alarm, sistem saraf simpatis diaktifkan dan kelenjar adrenal melepaskan hormon yang meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan pasokan gula darah, sehingga energi tubuh meningkat.
- Tahap resistensi, tubuh terus melepaskan hormon stres untuk melawan atau menahan stressor. Gejala awal dari tahap alarm berkurang dan individu mungkin merasa lebih baik.
- Tahap kelelahan, sumber daya tubuh habis dan dapat menyebabkan penyakit terkait stress atau bahkan kematian jika bantuan dari luar tidak tersedia. Ketika stressor berakhir, sistem saraf parasimpatis diaktifkan dan tubuh mencoba untuk mengembalikan sumber dayanya.
GAS dikemukakan oleh peneliti Hans Selye dan ia berpendapat bahwa berbagai stresor fisik dan psikologis dapat memicu pola respons ini. Ia juga berpendapat bahwa kelelahan berulang atau berkepanjangan dari sumber daya fisiologis, akibat paparan stresor yang tidak dapat dilawan, bertanggung jawab atas berbagai penyakit fisiologis yang ia sebut sebagai penyakit adaptasi.
Selye melakukan penelitian laboratorium di mana ia menghadapkan hewan-hewan pada berbagai jenis stresor yang berkepanjangan, seperti dingin ekstrem dan kelelahan, dan menemukan bahwa perubahan-perubahan tubuh tertentu selalu terjadi, seperti pembesaran kelenjar adrenal, penyusutan kelenjar getah bening, dan tukak lambung. Perubahan-perubahan ini mengurangi kemampuan organisme untuk melawan stresor lain, termasuk agen penyebab penyakit.
b. Keterkaitan Imun dan Stress
Penelitian dalam bidang psikoneuroimunologi menunjukkan bahwa, stres dapat memengaruhi kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam melindungi tubuh dari mikroorganisme penyebab penyakit. Stres dapat mempengaruhi kerentanan individu terhadap penyakit menular, alergi, kanker, dan gangguan autoimun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres dapat mempengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengalami stres lebih rentan terhadap infeksi virus pilek (Cohen, Tyrel, & Smith, 1991). Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang mengalami stres kronis, seperti akibat bencana alam atau gempa bumi, dapat mengalami penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh (Ironson et al., 1997; Solomon et al., 1997).
Selain itu, penelitian pada hewan juga menunjukkan bahwa stres yang tidak dapat dikendalikan dapat mengganggu respons kekebalan tubuh. Pada penelitian dengan tikus, ditemukan bahwa tikus yang tidak dapat mengendalikan stres (rangsangan listrik) mengalami penurunan respons sistem kekebalan tubuh (Laudenslager et al., 1983).
c. Health Psychology
Health psychology atau psikologi kesehatan adalah bidang studi yang mempelajari interaksi antara faktor-faktor psikologis dan kesehatan. Bidang ini berfokus pada bagaimana pikiran, emosi, dan perilaku individu dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Health psychology juga mempelajari bagaimana faktor-faktor sosial, psikologis, dan biologis saling berinteraksi untuk menciptakan penyakit atau kesehatan.
Dalam konteks psikologi kesehatan, penelitian dilakukan untuk memahami bagaimana stres, sikap optimis, perilaku kesehatan, dan faktor-faktor psikologis lainnya dapat mempengaruhi fungsi sistem kekebalan tubuh, kesehatan kardiovaskular, dan penyakit lainnya. Penelitian juga dilakukan untuk mengembangkan intervensi dan strategi yang dapat membantu individu mengelola stres, meningkatkan perilaku kesehatan, dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
d. Faktor Kognitif, Kepribadian, dan Sosial dari Stress
Faktor kognitif, melibatkan cara individu menafsirkan dan menilai suatu peristiwa yang menimbulkan stress. Menurut teori kognitif-mediational dari Richard Lazarus, cara individu berpikir dan menilai stressor merupakan faktor utama dalam menentukan seberapa stressor tersebut. Proses penilaian kognitif terdiri dari dua tahap, yaitu penilaian primer dan penilaian sekunder. Penilaian primer melibatkan estimasi tingkat ancaman atau kerugian dari stressor, sedangkan penilaian sekunder melibatkan estimasi sumber daya yang tersedia untuk menghadapi stressor.
Faktor kepribadian juga mempengaruhi cara individu merespons dan mengatasi stress. Tipe kepribadian seperti Tipe A, Tipe B, dan Tipe C memiliki perbedaan dalam cara mereka menilai stressor, strategi coping yang digunakan, dan dampak kesehatan yang mungkin terjadi. Misalnya, individu dengan tipe kepribadian Tipe A yang ambisius, kompetitif, dan mudah marah cenderung memiliki risiko lebih tinggi terkena masalah kesehatan seperti penyakit jantung, terutama jika tingkat kebencian mereka tinggi. Di sisi lain, individu dengan tipe kepribadian Tipe B yang lebih santai, lambat marah, dan tidak terlalu kompetitif cenderung memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.
Faktor sosial juga berperan dalam mempengaruhi stress. Beberapa faktor sosial yang dapat menjadi sumber stress atau meningkatkan efek stress antara lain kemiskinan, stres di tempat kerja, dan masuk ke budaya mayoritas yang berbeda dari budaya asal individu. Kemiskinan dapat menyebabkan kondisi yang meningkatkan tingkat stress, seperti kurangnya kebutuhan dasar hidup. Stres di tempat kerja dapat disebabkan oleh beban kerja yang tinggi, kurangnya kontrol atau keamanan pekerjaan, jadwal kerja yang padat, dan kepuasan kerja yang rendah. Faktor sosial juga mencakup dukungan sosial, yang dapat membantu individu dalam mengatasi stress.
3. Proses Coping terhadap Stress
Coping adalah tindakan yang dilakukan oleh individu untuk menguasai, menoleransi, mengurangi, atau meminimalkan efek dari stressor. Coping dapat melibatkan strategi perilaku dan strategi psikologis. Ada dua jenis strategi coping:
Problem-focused coping adalah strategi yang berfokus pada upaya untuk menghilangkan atau mengubah stressor itu sendiri. Individu mencoba menghilangkan sumber stress atau mengurangi dampaknya melalui tindakan mereka sendiri. Contohnya, jika seorang mahasiswa mengalami kesulitan memahami materi dari seorang profesor, strategi problem-focused coping dapat meliputi berbicara dengan profesor setelah kelas, meminta bantuan teman sekelas, mendapatkan tutor, atau membentuk kelompok belajar dengan mahasiswa lain yang juga mengalami kesulitan.
Emotion-focused coping adalah strategi yang melibatkan perubahan cara individu merasa atau bereaksi secara emosional terhadap stressor. Strategi ini bertujuan untuk mengurangi dampak emosional dari stressor dan membuat individu dapat mengatasi masalah dengan lebih efektif. Contohnya, seorang mahasiswa yang menghadapi profesor yang sulit dipahami dapat berbagi kekhawatirannya dengan seorang teman, berbicara tentang masalah tersebut hingga cukup tenang untuk menghadapi masalah secara langsung.
Nama : Sita Miftahul Jannah
NIM : 2310322021
Kelas : B
Jurusan : Psikologi
Komentar
Posting Komentar